Mengapa Sufi Akrab dengan Seni? (2)


Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar

Islam dan seni keduanya mencitrakan hal-hal yang bersifat universal, seperti nilai-nilai etika dan estetika. Seni memiliki potensi yang amat dalam untuk mendekatkan diri sedekat-dekatnya seorang hamba kepada Tuhannya. 


Dengan seni, seseorang dapat merasakan keindahan, ketenangan, kehangatan, kerinduan, kesyahduan, dan keheningan. Suasana batin seperti ini sangat dibutuhkan dan merupakan dambaan para pencari Tuhan (salik).

Ada kesan di masyarakat kita seolah seni dan seniman tidak punya tempat di dalam Islam, terutama di dalam masyarakat Islam Sunni. Seolah-olah Islam dan seni bagaikan air dan minyak. Islam orientasinya kesalehan, kesucian, dan keluhuran budi pekerti. 

Sedangkan, seni dan seniman konotasinya glamor, urakan, dan tidak taat asas budi pekerti. Asumsi dan konotasi seperti itu tidak sepenuhnya benar. Idealnya, seorang Muslim sejati lebih familiar dengan seni karena cara paling efektif menuju Tuhan ialah dengan menempuh jalur rasa (cinta). Jalur ini lebih pendek dibandingkan dengan jalur takut. 

Dalam Islam, Tuhan bukan sosok yang Maha Mengerikan untuk ditakuti, tetapi sosok yang Maha Penyayang untuk dicintai. Pola relasi cinta menggambarkan Tuhan immanen dan dekat. Sedangkan, pola relasi takut menggambarkan Tuhan transenden dan jauh.

Kalau yang dimaksud dengan seniman ialah seseorang yang memiliki jiwa, rasa, bakat, dan atau watak seni, Nabi Muhammad SAW juga seniman. Hanya saja, predikat seniman untuk Nabi tentu saja seni yang sejati dan agung, sejalan dengan fitrah dan martabat luhur kemanusiaan, dan menjunjung tinggi nilai-nilai keindahan dan kehalusan budi pekerti. Dengan kata lain, seni yang mendekatkan diri manusia kepada Tuhannya.
Allah Maha Indah tentu mencintai keindahan. Bukan seni yang berselera rendah, yang hanya mengacu kepada kecenderungan biologis. Dengan kata lain, seni yang menjauhkan diri manusia kepada Tuhannya. Seni yang sesungguhnya adalah sesuatu yang agung dan mengandung nilai-nilai universal dan lebih cenderung mendekatkan diri kepada Tuhan. 

Memang, ada seni yang rendah, yang mengekspresikan nafsu kerendahan manusia, yang kemudian mendekatkan diri ke lumpur dosa dan maksiat, bukannya mendekatkan diri kepada Tuhan. Seni yang agung tidak pernah lekang dimakan usia. Seni yang agung selalu aktual bersama pengagumnya. Kita perlu mengapresiasi kecenderungan tersebut.

Komentar

Postingan Populer